- Ribuan Rider Meriahkan Bhayangkara Otomotif 2025 di Palu
- Dealer Yadea Resmi Buka di Palu, Tawarkan Motor dan Sepeda Listrik Canggih
- Grand Sya Hotel Bangkit, Jadi Simbol Harapan Baru Pascabencana di Palu
- Festival Tampolore Diusulkan Jadi Pintu Masuk Promosi Wisata Megalit Poso ke Dunia
- Dinkes Sulteng Lakukan Rapid Tes pada Kedatangan Jemaah Haji Sulteng
- Kloter Pertama Jemaah Haji Sulteng Tiba di Palu
- Tuntas Sudah, Seluruh Korban Longsor Tirtanagaya Ditemukan, Operasi SAR Ditutup
- Harga Melonjak, GPM Jadi Penawar: Upaya Polres dan DKP Donggala Upaya Kendalikan Inflasi
- Sinergi DKP dan Polres Donggala Hadirkan Layanan Pangan Murah
- Mahasiswa Desak DPRD Sulteng Evaluasi Perizinan Tambang
Dulu, Masyarakat Lembah Palu Rela Menukar Seekor Sapi Demi Beli Kain Kulit Kayu di Kulawi

Keterangan Gambar : Kain kulit kayu khas Kulawi, Sulawesi Tengah. (Foto: Kemenparekraf)
Pada tahun 1940-an, kain kulit kayu bukan hanya sekadar pakaian, tetapi menjadi barang yang sangat berharga bagi masyarakat di Lembah Palu dan sekitarnya.
Kelangkaan bahan tekstil, terutama selama masa pendudukan Jepang, memaksa mereka mencari alternatif lain, hingga rela menukar seekor sapi demi mendapatkan selembar kain kulit kayu dari Kulawi.
Baca Lainnya :
Kain kulit kayu, yang dikenal dengan nama kumpe atau nunu, menjadi bagian penting dalam kehidupan masyarakat Kulawi dan Pandere di Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah.
Kain kulit kayu awalnya digunakan sebagai pakaian sehari-hari maupun untuk keperluan adat. Pembuatannya dilakukan secara mandiri oleh masyarakat, khususnya para ibu-ibu di Desa Kantewu dan sekitarnya.
Menurut para tetua adat, kain kulit kayu awalnya hanya diproduksi untuk kebutuhan lokal. Namun, Desa Kantewu kemudian menjadi pusat produksi kain kulit kayu, yang tak hanya memenuhi kebutuhan masyarakat setempat, tetapi juga menarik perhatian penduduk luar Kulawi, khususnya dari Lembah Palu.
Dalam buku "Kumpe: Kain Kulit Kayu dalam Kehidupan Masyarakat Sulawesi Tengah", disebutkan bahwa pada masa sulit itu, masyarakat Lembah Palu terpaksa menggunakan karung goni sebagai pengganti pakaian. Dalam keadaan mendesak, mereka mendatangi Kulawi, terutama Desa Kantewu, untuk menukar barang berharga seperti seekor sapi dengan kain kulit kayu.
