- Rencana Pemekaran Kabupaten Tompotika Masih Tunggu Regulasi Pusat
- 47 Atlet Korpri Sulteng Siap Berlaga di Pornas XVII Palembang
- Bangkep, Sigi, Tolitoli, dan Poso Diguncang Gempa Hari Ini
- Banyak Perusahaan Enggan Rekrut Gen Z, Kemnaker: Penyebabnya Karena Soft Skill Kurang
- Anak-anak PAUD Kunjungi Basarnas Palu, Belajar Mitigasi Bencana Sejak Dini
- Sampel Makanan Program MBG di Sulteng Diuji BPOM, Hasilnya Jadi Bahan Penyelidikan Dinkes
- Tanya Soal MBG, ID Pers Istana Reporter CNN Dicabut BPMI
- Kontingen Sulteng Disambut Ketua KONI Usai Torehkan 6 Medali di Ajang Pomnas XIX Jawa Tengah 2025
- Pengeluaran Warga Palu untuk Rokok Menurun di 2024
- DMI Sulteng Gelar Khitanan Massal, 150 Anak Dikhitan Gratis
Maulid Nabi di Petobo, Tradisi Religius yang Bertahan di Tengah Luka Likuefaksi

Keterangan Gambar : Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW di Pondok Pesantren Al-Munadji, Kelurahan Petobo, Kota Palu, Sabtu (27/9) malam. (Foto: Syahrul/Likeindonesia.com)
Likeindonesia.com, Palu – Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW di Kelurahan Petobo, Kota Palu, berlangsung khidmat, meski kawasan ini pernah menjadi salah satu titik terparah bencana likuefaksi 2018 silam.
Acara yang digelar di Pondok Pesantren Al-Munadji, Sabtu (27/9) malam, diisi dengan pembacaan Al-Barzanji, salawat bersama para santri, warga setempat, hingga lantunan ayat suci Alquran.
Baca Lainnya :
- 3.000 PPPK Resmi Dikukuhkan di Momen HUT ke-47 Kota Palu
- Gubernur Sulteng Anwar Hafid Hadir dan Jadi Inspektur Upacara HUT Kota Palu ke-47
- Biaya Hidup di Palu Naik, Rata-rata Pengeluaran Warga Capai Rp1,6 Juta Sebulan
- HUT ke-47 Kota Palu, Gubernur Sulteng Ajak Masyarakat Perkuat Optimisme
- Yamaha Umumkan Pemenang Program Miliarder, Warga Poso Bawa Pulang Rp1 Miliar
Maulid ini sekaligus menjadi momen doa bagi keluarga korban bencana yang telah lebih dulu wafat.
Pengasuh Pondok Pesantren Al-Munadji, Adhitya Sukarno W., mengatakan, Maulid Nabi bukan sekadar peringatan rutin, tetapi cara umat untuk kembali mengingat dan meneladani Rasulullah.
“Maulid nabi intinya adalah kita bersyukur sebagai umatnya Rasulullah, dan ini memang acara rutin setiap tahun, baik maulid maupun Isra Mi’raj,” ujarnya diwawancarai media ini usai acara.
Adhitya menambahkan, meski sempat terdampak gempa dan likuefaksi, kegiatan keagamaan di pesantrennya tidak pernah benar-benar berhenti.
Saat kondisi bangunan tak bisa digunakan, aktivitas belajar mengaji tetap berjalan di pengungsian.
“Al-Munadji berdiri sejak 2013, sekarang kira-kira sudah 12 tahun. Waktu gempa pun, ngajinya tetap, hanya beberapa kegiatan berkurang karena terkena bencana,” jelasnya.
Saat ini, Ponpes Al-Munadji membina sekitar 80 santri anak-anak yang rutin belajar setiap hari.
Selain itu, ada pula pengajian ibu-ibu setiap Minggu sore, serta bapak-bapak pada malam Rabu dan malam Jumat, masing-masing diikuti sekitar 30 orang.
Menurut Adhitya, walau Maulid tahun ini digelar pada bulan Rabiul Akhir, momentum tersebut tetap dimaknai untuk mengulang kembali sejarah Rasulullah.
“Kalau kata orang, tak kenal maka tak sayang. Jadi sejarah Rasulullah diulang-ulang agar umat kembali ingat atas Rasul-Nya,” tuturnya.
Kapolsek Palu Selatan, AKP Muhammad Kasim, yang turut hadir, menilai kegiatan ini sangat positif.
Ia menyebut peringatan Maulid memberi teladan sekaligus menumbuhkan karakter generasi muda.
“Alhamdulillah, kita lihat bersama kegiatan ini sangat positif, karena selain bisa meneladani sifat-sifat nabi, kita juga bisa melihat adik-adik kita yang insya Allah calon penerus yang akan menebarkan kebaikan,” katanya.
Ia menegaskan, kehadiran anak-anak santri yang terus belajar agama menjadi harapan agar wilayah hukum Palu Selatan tetap aman dan kondusif.
Polisi, katanya, merasa senang melihat tumbuhnya generasi yang bisa membantu menebarkan kebaikan.
“Pesan kami kepada santri dan santriwati, tetaplah menjadi anak yang baik dan menuntut ilmu, supaya bisa menjadi kebanggaan bangsa, negara, dan orang tua,” pungkasnya.
Peringatan Maulid Nabi di Petobo ini digelar sehari menjelang peringatan tujuh tahun bencana 28 September 2018.
Bagi warga, tradisi religius ini bukan hanya bentuk syukur, tetapi juga simbol keteguhan hati untuk bangkit di tengah luka lama. (Rul/Nl)
