- Rencana Pemekaran Kabupaten Tompotika Masih Tunggu Regulasi Pusat
- 47 Atlet Korpri Sulteng Siap Berlaga di Pornas XVII Palembang
- Bangkep, Sigi, Tolitoli, dan Poso Diguncang Gempa Hari Ini
- Banyak Perusahaan Enggan Rekrut Gen Z, Kemnaker: Penyebabnya Karena Soft Skill Kurang
- Anak-anak PAUD Kunjungi Basarnas Palu, Belajar Mitigasi Bencana Sejak Dini
- Sampel Makanan Program MBG di Sulteng Diuji BPOM, Hasilnya Jadi Bahan Penyelidikan Dinkes
- Tanya Soal MBG, ID Pers Istana Reporter CNN Dicabut BPMI
- Kontingen Sulteng Disambut Ketua KONI Usai Torehkan 6 Medali di Ajang Pomnas XIX Jawa Tengah 2025
- Pengeluaran Warga Palu untuk Rokok Menurun di 2024
- DMI Sulteng Gelar Khitanan Massal, 150 Anak Dikhitan Gratis
Palu Menari Festival 2025 Bukan Sekadar Tontonan, Tapi Dialog Tubuh dan Kebencanaan

Keterangan Gambar : Palu Menari Festival 2025. (Foto: Bimaz/Likeindonesia.com)
Likeindonesia.com, Palu - Komunitas Seni Lobo kembali menggelar acara Palu Menari Festival 2025 dengan mengusung tema “Move /ON; Titik Kumpul”.
Agenda tahunan ini berlangsung pada 23–25 September di Kelurahan Tawanjuka, Kecamatan Tatanga, Kota Palu, sebagai refleksi atas peristiwa gempa 28 September 2018 sekaligus wadah dialog seni tentang kebencanaan dengan menghadirkan 13 koreografer utama dan 17 kelompok tari dari Palu, Sigi, serta partisipan dari Gorontalo dan Buol.
Baca Lainnya :
- Penyelesaian Konflik Lahan di Palu, Tondo dan Talise Masuk Pemetaan Awal
- Karnaval TK di Palu Tampilkan Keberagaman Budaya dan Profesi
- Polda Sulteng Bongkar Peredaran 7,2 Kg Sabu di Palu, Dua Pelaku Ditangkap
- Ada Pasar Murah di Taipa Jelang HUT Palu ke-47, Harga Bahan Pokok Lebih Murah dari Pasar
- Siswa SMA di Palu Diamankan Gegara Bawa Barang Mirip Narkoba, Hasil Tes Negatif
“Palu Menari Festival hadir untuk mengingatkan bahwa bencana masih begitu dekat dalam kehidupan kita. Trauma pasca-bencana justru bisa menjadi bencana baru jika pemerintah tidak hadir,” kata Manajer Program Komunitas Seni Lobo, Iin Ainar Lawide, Selasa (23/9/2025).
Menurut Iin, “Titik Kumpul” dipilih karena merepresentasikan ruang aman ketika bencana sekaligus kebutuhan ruang interaksi seni di Palu yang belum sepenuhnya terwadahi.
“Seni di Palu sejak lama membutuhkan titik kumpul, tempat di mana ide bisa dipertukarkan dan seniman bisa saling menguatkan,” ujarnya.
Selain pertunjukan tari, festival juga menyajikan forum dialog kota dan daerah, pemutaran film tari, serta pameran karya tulis koreografer.
Program Manajemen Talenta Nasional Seni Budaya turut melengkapi agenda dengan menghadirkan koreografer internasional Dr. Eko Supriyanto dan penari senior Hartati.
Iin menegaskan, Palu Menari bukan sekadar pertunjukan, melainkan upaya membangun literasi tari, memperkuat generasi muda, serta membuka ruang baru bagi para koreografer.
“Kami ingin menegaskan bahwa menari bukan sekadar tontonan seremonial, tetapi dialog tubuh yang menyimpan ide dan gagasan,” ungkapnya.
Tahun ini menjadi edisi tahunan terakhir Palu Menari Festival sebelum berubah menjadi bienial. Festival berikutnya akan kembali digelar pada 2027 dengan program riset dan penulisan yang lebih mendalam pada 2026.
Iin berharap pemerintah daerah dapat memberi dukungan yang lebih luas bagi komunitas seni, tidak hanya dalam bentuk pendanaan tetapi juga fasilitas dan kesempatan belajar.
“Tari punya magnet yang kuat untuk membawa perubahan. Saya berharap koreografer muda di Sulawesi Tengah mendapat ruang yang lebih besar agar mereka bisa tumbuh tanpa harus mengalami kesulitan seperti generasi sebelumnya,” pungkasnya.
(BIM/NL)
