- Rencana Pemekaran Kabupaten Tompotika Masih Tunggu Regulasi Pusat
- 47 Atlet Korpri Sulteng Siap Berlaga di Pornas XVII Palembang
- Bangkep, Sigi, Tolitoli, dan Poso Diguncang Gempa Hari Ini
- Banyak Perusahaan Enggan Rekrut Gen Z, Kemnaker: Penyebabnya Karena Soft Skill Kurang
- Anak-anak PAUD Kunjungi Basarnas Palu, Belajar Mitigasi Bencana Sejak Dini
- Sampel Makanan Program MBG di Sulteng Diuji BPOM, Hasilnya Jadi Bahan Penyelidikan Dinkes
- Tanya Soal MBG, ID Pers Istana Reporter CNN Dicabut BPMI
- Kontingen Sulteng Disambut Ketua KONI Usai Torehkan 6 Medali di Ajang Pomnas XIX Jawa Tengah 2025
- Pengeluaran Warga Palu untuk Rokok Menurun di 2024
- DMI Sulteng Gelar Khitanan Massal, 150 Anak Dikhitan Gratis
Bahasa Daerah di Sulteng Terancam Punah, Balai Bahasa Perkuat Pengawasan Bahasa
.jpg)
Keterangan Gambar : Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Hafiz Muksin. (Foto: Syahrul/Likeindonesia.com)
Likeindonesia.com, Palu – Fenomena penggunaan bahasa Indonesia yang bercampur istilah asing kian marak di ruang publik Sulawesi Tengah.
Dari papan nama, slogan, hingga penyampaian pejabat, kata-kata asing lebih sering dipilih meski sudah ada padanannya dalam bahasa Indonesia.
Baca Lainnya :
- Kebakaran Hanguskan Lima Petak Kos di Jalan Banteng II Palu, Diduga Korsleting Listrik
- Besaran Upah Buruh Tani di Sulteng, Ada yang Lebih Tinggi dari UMP
- SMPN 19 Palu dan SD Putra Kaili Permata Bangsa Resmi Jadi Sekolah Percontohan Trigatra Bangun Bahasa
- Petugas Rutan Poso Gagalkan Penyelundupan Handphone oleh Tahanan
- Harga Lebih Murah, Warga Padati Pasar Tani Kota Palu
Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Hafiz Muksin, menyebut kondisi ini menjadi tantangan serius bagi kedaulatan bahasa nasional.
“Penggunaan istilah-istilah asing sering kita jumpai dalam tataran penulisan di ranah publik, bahkan digunakan oleh pejabat publik,” ujarnya saat menghadiri Konsolidasi Daerah Pengawasan Bahasa Indonesia di Palu, Kamis (25/9/2025).
Di sisi lain, bahasa daerah di Sulawesi Tengah juga menghadapi ancaman kepunahan.
Sejumlah bahasa lokal seperti di Morowali Utara serta Tolitoli dan di Poso kini hanya dituturkan oleh sedikit orang.
Hafiz menegaskan, generasi muda makin jarang menggunakan bahasa ibu, sehingga keberadaan muatan lokal di sekolah sangat penting.
Ia menambahkan, “Anak-anak kita sudah mulai tidak mengenal bahasa daerah, sehingga upaya sekolah dengan kurikulum muatan lokal dan program revitalisasi bahasa daerah menjadi wujud nyata yang kita lakukan.”
Sebagai langkah menjaga keberlangsungan bahasa, pemerintah provinsi bersama Balai Bahasa membentuk tim pengawasan penggunaan bahasa Indonesia di lingkungan pemerintah, pendidikan, dan swasta.
Tim ini akan bekerja dalam empat tahap, mulai dari sosialisasi hingga evaluasi.
Hafiz menjelaskan bahwa hasil evaluasi nantinya akan diwujudkan dalam penghargaan.
“Pada akhirnya kita akan melakukan evaluasi melalui Piala Adi Bahasa, jadi akan dipilih gubernur atau provinsi, bupati, wali kota yang memiliki komitmen tinggi terhadap pengutamaan bahasa Indonesia,” katanya.
Gubernur Sulawesi Tengah, Anwar Hafid, menegaskan dukungan terhadap upaya tersebut.
Ia mengatakan pemerintah provinsi akan mengeluarkan edaran kepada bupati, wali kota, satuan pendidikan, dan masyarakat agar menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar.
“Bahasa itu salah, bisa menimbulkan hal yang berbahaya. Karena itu, kita juga harus menjaga kelestarian bahasa Indonesia yang sekarang ini banyak sekali campuran-campurannya,” ungkap Anwar.
Dengan 718 bahasa daerah di Indonesia, 120 di antaranya sudah masuk kategori terancam punah.
Sulawesi Tengah menjadi salah satu provinsi yang rentan kehilangan bahasa daerahnya jika tidak segera dilakukan upaya pelestarian. (Rul/Nl)
