- Rencana Pemekaran Kabupaten Tompotika Masih Tunggu Regulasi Pusat
- 47 Atlet Korpri Sulteng Siap Berlaga di Pornas XVII Palembang
- Bangkep, Sigi, Tolitoli, dan Poso Diguncang Gempa Hari Ini
- Banyak Perusahaan Enggan Rekrut Gen Z, Kemnaker: Penyebabnya Karena Soft Skill Kurang
- Anak-anak PAUD Kunjungi Basarnas Palu, Belajar Mitigasi Bencana Sejak Dini
- Sampel Makanan Program MBG di Sulteng Diuji BPOM, Hasilnya Jadi Bahan Penyelidikan Dinkes
- Tanya Soal MBG, ID Pers Istana Reporter CNN Dicabut BPMI
- Kontingen Sulteng Disambut Ketua KONI Usai Torehkan 6 Medali di Ajang Pomnas XIX Jawa Tengah 2025
- Pengeluaran Warga Palu untuk Rokok Menurun di 2024
- DMI Sulteng Gelar Khitanan Massal, 150 Anak Dikhitan Gratis
Palu Peringati 7 Tahun Bencana 2018 dengan Tabur Bunga dan Doa Lintas Agama

Keterangan Gambar : Masyarakat bersama Pemerintah Kota Palu menggelar tabur bunga dan doa lintas agama saat peringati tujuh tahun tragedi gempa bumi, tsunami, dan likuefaksi yang melanda Palu, Donggala, dan Sigi, Minggu (28/9) pagi. (Foto: Syahrul/Likeindonesia.com)
Likeindonesia.com, Palu – Tepat tujuh tahun tragedi gempa bumi, tsunami, dan likuefaksi yang melanda Palu, Donggala, dan Sigi pada 28 September 2018, masyarakat bersama Pemerintah Kota Palu menggelar tabur bunga dan doa lintas agama, Minggu (28/9) pagi.
Rangkaian ziarah dimulai di kawasan Pantai Talise, lokasi yang pernah diterjang gelombang tsunami.
Baca Lainnya :
- Maulid Nabi di Petobo, Tradisi Religius yang Bertahan di Tengah Luka Likuefaksi
- 3.000 PPPK Resmi Dikukuhkan di Momen HUT ke-47 Kota Palu
- Gubernur Sulteng Anwar Hafid Hadir dan Jadi Inspektur Upacara HUT Kota Palu ke-47
- Biaya Hidup di Palu Naik, Rata-rata Pengeluaran Warga Capai Rp1,6 Juta Sebulan
- HUT ke-47 Kota Palu, Gubernur Sulteng Ajak Masyarakat Perkuat Optimisme
Prosesi kemudian berlanjut di bekas lokasi likuefaksi Balaroa dan Petobo, sebelum ditutup di pekuburan umum Poboya.
Wali Kota Palu, Hadianto Rasyid, menegaskan bahwa peringatan ini menjadi pelajaran berharga bagi semua pihak.
“Palu merupakan daerah yang cukup rawan dengan kejadian-kejadian alam. Oleh karena itu, langkah-langkah mitigasi, litigasi, serta edukasi kebencanaan harus terus dikuatkan,” ujarnya.
Menurut Hadianto, kewaspadaan menjadi penting agar masyarakat selalu siap menghadapi bencana.
Ia menambahkan bahwa peringatan ini juga momentum untuk mempersiapkan diri dan menguatkan kerja-kerja kebencanaan.
Di tengah prosesi, sejumlah peziarah datang membawa kisah pribadi.
Salah satunya Sanipan, yang setiap tahun berziarah untuk mengenang putrinya yang menjadi korban tsunami.
“Saya datang untuk anak saya, waktu itu kuliah di IAIN, sudah semester tiga, cita-citanya jadi guru TK,” ucapnya.
Dengan suara lirih, ia berharap anaknya meninggal dalam keadaan terbaik.
“Mudah-mudahan anak kami meninggalnya meninggal yang husnul khotimah, diampuni segala dosa-dosanya,” katanya.
Sanipan yang kini tinggal di Sulawesi Barat mengaku akan terus datang setiap tahun untuk mendoakan sang anak.
Tujuh tahun berlalu, luka bencana itu masih terasa.
Namun doa-doa lintas agama yang dipanjatkan pada peringatan ini menjadi pengingat bahwa Palu tidak hanya berduka, tetapi juga terus berusaha bangkit dengan semangat kebersamaan. (Rul/Nl)
