- Pertemuan Pemprov Sulteng dan Pemkab Donggala Bahas Jalan Keluar Pembayaran Gaji 4.000 PPPK
- Program Berani Cerdas Sulteng Siap Buka Beasiswa S2 Tahun Depan
- Sensor Film Hadapi Tantangan Era Digital, LSF Dorong Revisi UU Perfilman
- Hujan Deras dan Angin Kencang Masih Akan Terjadi Sepekan ke Depan, BMKG Imbau Warga Tetap Waspada
- Sudah Diusulkan, Guru Tua Belum Juga Jadi Pahlawan Nasional
- Dua Spesialis Curanmor Ditangkap, Puluhan Motor Diamankan Polisi
- Pelaku Penganiayaan Berujung Maut di Palu Serahkan Diri ke Polisi
- Indeks Literasi Sulteng Naik Signifikan, Kini Masuk 20 Besar Nasional
- Marsinah hingga Soeharto, Nama-nama Ini Kini Resmi Jadi Pahlawan Nasional
- Sulawesi Tengah Masuk Daftar Provinsi dengan Bos Perempuan Terbanyak
Festival Tampolore Diusulkan Jadi Pintu Masuk Promosi Wisata Megalit Poso ke Dunia

Keterangan Gambar : Pembukaan Festival Tampolore ke-4, Jumat (27/6/2025). (Foto: IST)
POSO, Likeindonesiacom – Festival Tampolore ke-4 yang digelar di Situs Megalit Pokekea, Desa Hanggira, Kecamatan Lore Tengah, Kabupaten Poso, dibuka Jumat (27/6/2025).
Acara ini dipandang sebagai momentum strategis untuk mendorong promosi wisata megalit Lembah Behoa ke tingkat internasional.
Baca Lainnya :
- Dinkes Sulteng Lakukan Rapid Tes pada Kedatangan Jemaah Haji Sulteng
- Kloter Pertama Jemaah Haji Sulteng Tiba di Palu
- Harga Melonjak, GPM Jadi Penawar: Upaya Polres dan DKP Donggala Upaya Kendalikan Inflasi
- Sinergi DKP dan Polres Donggala Hadirkan Layanan Pangan Murah
- Mahasiswa Desak DPRD Sulteng Evaluasi Perizinan Tambang
Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Sulawesi Tengah, Andi Kamalemba, menyampaikan bahwa festival ini bukan sekadar pertunjukan budaya, tetapi bagian dari strategi mengangkat sektor pariwisata lokal.
“Megalit di Lembah Behoa yang sudah dikenal luas tetap perlu didorong menjadi tujuan wisata bernilai tinggi. Dengan begitu, akan memberikan dampak ekonomi bagi masyarakat setempat,” ujarnya.
Senada, Kepala Dinas Pariwisata Poso, Yusak Mentara, menilai Festival Tampolore sebagai manifestasi jati diri masyarakat setempat yang menggabungkan kekuatan budaya dan potensi alam.
“Tampolore tidak hanya kaya sumber daya alam, tetapi juga memiliki tradisi budaya yang sangat tua,” katanya.
Dari sisi pelestarian, perwakilan Balai Pelestarian Kebudayaan, Muhammad Tan, menegaskan pentingnya kolaborasi lintas pihak untuk menjaga warisan budaya megalit di Lembah Behoa.
Ia menyebut upaya sedang dilakukan agar tradisi lokal dapat diakui sebagai warisan budaya dunia.
“Ini membutuhkan kerja kolektif dari semua pihak, mulai dari pemerintah, aktivis, masyarakat adat, hingga masyarakat luas,” ungkapnya.
Festival yang berlangsung hingga 29 Juni 2025 ini mengangkat tema Harmonisasi Budaya dan Alam, dan diisi dengan berbagai kegiatan seperti lomba musik bambu, pameran kerajinan, diskusi film, dan jelajah situs megalit. (rul)



.jpg)
.jpg)


.jpg)


