- Pertemuan Pemprov Sulteng dan Pemkab Donggala Bahas Jalan Keluar Pembayaran Gaji 4.000 PPPK
- Program Berani Cerdas Sulteng Siap Buka Beasiswa S2 Tahun Depan
- Sensor Film Hadapi Tantangan Era Digital, LSF Dorong Revisi UU Perfilman
- Hujan Deras dan Angin Kencang Masih Akan Terjadi Sepekan ke Depan, BMKG Imbau Warga Tetap Waspada
- Sudah Diusulkan, Guru Tua Belum Juga Jadi Pahlawan Nasional
- Dua Spesialis Curanmor Ditangkap, Puluhan Motor Diamankan Polisi
- Pelaku Penganiayaan Berujung Maut di Palu Serahkan Diri ke Polisi
- Indeks Literasi Sulteng Naik Signifikan, Kini Masuk 20 Besar Nasional
- Marsinah hingga Soeharto, Nama-nama Ini Kini Resmi Jadi Pahlawan Nasional
- Sulawesi Tengah Masuk Daftar Provinsi dengan Bos Perempuan Terbanyak
Sudah Diusulkan, Guru Tua Belum Juga Jadi Pahlawan Nasional

Keterangan Gambar : Habib Idrus bin Salim Aljufri atau lebih dikenal dengan nama Guru Tua. (Foto: Ist)
Likeindonesia.com, Palu – Tokoh ulama besar dan pendiri Alkhairaat, Habib Idrus bin Salim Aljufri atau lebih dikenal dengan nama Guru Tua, kembali belum masuk dalam daftar penerima gelar Pahlawan Nasional tahun 2025.
Berbagai dukungan untuk penetapan Guru Tua sebagai Pahlawan Nasional terus mengalir, termasuk dari lima gubernur, yakni dari Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, Gorontalo, Kalimantan Utara, dan Maluku Utara.
Baca Lainnya :
- Dua Spesialis Curanmor Ditangkap, Puluhan Motor Diamankan Polisi
- Pelaku Penganiayaan Berujung Maut di Palu Serahkan Diri ke Polisi
- Indeks Literasi Sulteng Naik Signifikan, Kini Masuk 20 Besar Nasional
- Sulawesi Tengah Masuk Daftar Provinsi dengan Bos Perempuan Terbanyak
- Antrean Panjang dan Kerap Buat Macet, Penyaluran Solar Subsidi Akan Dilakukan di Jam Khusus
Namun, dalam upacara penganugerahan gelar Pahlawan Nasional yang digelar di Istana Negara, Jakarta Pusat, Senin (10/11/2025), nama Guru Tua kembali tidak tercantum.
Presiden Prabowo Subianto menetapkan sepuluh tokoh baru sebagai Pahlawan Nasional tahun ini.
Kesepuluh nama tersebut adalah Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Soeharto, Marsinah, Mochtar Kusumaatmadja, Rahmah El Yunusiyyah, Sarwo Edhie Wibowo, Sultan Muhammad Salahuddin, Syaikhona Muhammad Kholil, Tuan Rondahaim Saragih, dan Sultan Zainal Abidin Syah.
Sebelumnya, Menteri Hukum dan HAM, Supratman Andi Agtas, juga menyampaikan dukungan terhadap pengusulan Guru Tua saat menghadiri Haul Guru Tua di Kota Palu.
“Mudah-mudahan tahun ini, bulan November yang akan datang, Guru Tua, kita berdoa bersama-sama akan dianugerahkan sebagai Pahlawan Nasional,” ujar Supratman di Palu, Sabtu (12/4/2025).
Menurutnya, Guru Tua merupakan sosok yang berjasa besar bagi pendidikan, dakwah, dan kebangsaan di Sulawesi Tengah maupun Indonesia.
“Sudah selayaknya Guru Tua mendapat pengakuan negara sebagai pahlawan nasional,” ujarnya, dilansir dari Antara.
Guru Tua dikenal sebagai ulama kharismatik yang dihormati tidak hanya di Sulawesi Tengah, tetapi juga di seluruh Indonesia.
Jasa dan pengaruhnya dalam bidang pendidikan serta dakwah Islam sangat besar, terutama melalui lembaga pendidikan Alkhairaat yang ia dirikan dan masih bertahan hingga kini.
Perjalanan panjang perjuangan Guru Tua dimulai ketika beliau datang ke Indonesia untuk mengunjungi kerabatnya. Ia memiliki keluarga yang tersebar di Pulau Jawa dan Sulawesi.
Pada kunjungan pertama, Guru Tua masih berusia 19 tahun dan belum memutuskan untuk menetap.
Pada kunjungan keduanya, sekitar tahun 1922–1929, Guru Tua memutuskan tinggal di Pulau Jawa. Ia sempat bermukim di Batavia (kini Jakarta), kemudian melanjutkan perjalanan ke Jombang, Jawa Timur, pada 1926. Di sana, ia berjumpa dengan ulama besar pendiri Nahdlatul Ulama (NU), KH. Hasyim Asy’ari.
Akhir tahun 1928, Guru Tua pindah ke Solo dan menjadi guru sekaligus Direktur Madrasah Al-Rabitah Al-Alawiyah Cabang Solo. Tahun berikutnya, ia mulai menjalin hubungan dengan tokoh-tokoh di Sulawesi Tengah.
Pada 14 Muharram 1349 H atau bertepatan dengan 11 Juni 1930, Guru Tua mendirikan Madrasah Alkhairaat di Palu. Dari sinilah kiprahnya dalam dunia pendidikan Islam di Indonesia Timur dimulai dan terus berkembang hingga kini.
Saat masa pendudukan Jepang (1942–1945), aktivitas Alkhairaat sempat dilarang. Namun, semangat Guru Tua tidak padam. Ia tetap mengajar dengan sistem berpindah dari rumah ke rumah, bahkan sempat mengungsi ke Kampung Pewunu di Kabupaten Sigi.
Di sana, ia dibantu oleh iparnya, Yoto Daeng Pawindu, seorang tokoh Partai Nasional Indonesia (PNI), untuk mendirikan sekolah darurat di rumahnya.
Meski di bawah tekanan penjajah, Guru Tua tetap berjuang agar pendidikan Islam tidak terhenti.
Kini, meski belum mendapatkan pengakuan resmi dari negara, nama Guru Tua telah lama hidup sebagai pahlawan di bagi murid-muridnya. (Nul/Nl)


.jpg)
.jpg)


.jpg)


