- Pertemuan Pemprov Sulteng dan Pemkab Donggala Bahas Jalan Keluar Pembayaran Gaji 4.000 PPPK
- Program Berani Cerdas Sulteng Siap Buka Beasiswa S2 Tahun Depan
- Sensor Film Hadapi Tantangan Era Digital, LSF Dorong Revisi UU Perfilman
- Hujan Deras dan Angin Kencang Masih Akan Terjadi Sepekan ke Depan, BMKG Imbau Warga Tetap Waspada
- Sudah Diusulkan, Guru Tua Belum Juga Jadi Pahlawan Nasional
- Dua Spesialis Curanmor Ditangkap, Puluhan Motor Diamankan Polisi
- Pelaku Penganiayaan Berujung Maut di Palu Serahkan Diri ke Polisi
- Indeks Literasi Sulteng Naik Signifikan, Kini Masuk 20 Besar Nasional
- Marsinah hingga Soeharto, Nama-nama Ini Kini Resmi Jadi Pahlawan Nasional
- Sulawesi Tengah Masuk Daftar Provinsi dengan Bos Perempuan Terbanyak
Pengrajin di Sigi Masih Eksis Olah Kayu Ebony, Warisan Alam Endemis Sulawesi Tengah

Keterangan Gambar : M. Jafar, pengrajin Leofard Ebony, Desa Kalukubula, Kabupaten Sigi. (Foto: Syahrul/Likeindonesia.com)
Likeindonesia.com, Sigi — Di tengah makin langkanya pengrajin tradisional, seorang perajin di Kabupaten Sigi masih setia mengolah kayu ebony, jenis kayu endemis khas Sulawesi Tengah yang dikenal bernilai tinggi.
Dialah M. Jafar, pengrajin Leofard Ebony, Desa Kalukubula, Kabupaten Sigi.
Baca Lainnya :
- Museum Sulawesi Tengah Jadi Ruang Edukasi Sejarah bagi Pelajar
- Masjid Raya Baitul Khairat Catat Dua Rekor MURI, Kubah dan Jam Analog Terbesar di Indonesia
- PBSI Buol Dukung Pembinaan Lapas Leok, Pesan Piala Karya Warga Binaan
- Masalah Lahan di Beberapa Wilayah Sulteng Mulai Terurai, Ini Kata Satgas PKA
- Bukan Palu, Bangkep dan Balut Jadi Daerah Paling Gemar Membaca di Sulteng
Sejak puluhan tahun lalu, Jafar menggeluti dunia ukir setelah bekerja di sebuah perusahaan kayu ebony di Palu.
“Setelah kursus kerja di perusahaan, kebetulan waktu itu perusahaan ebony di Imam Bonjol. Dari situ awalnya, sampai sekarang,” kenang Jafar diwawancarai di tempat kerjanya, Jumat (17/10) pagi.
Bagi Jafar, kayu ebony memiliki karakter istimewa. Warna hitam dan cokelat yang kontras membuatnya tampak seperti barang antik.
Ia mengatakan, nilai keindahan kayu itu muncul alami dari proses akhir atau finishing tanpa perlu cat tambahan.
“Satu-satunya kayu di luar Jawa dengan Bali di Sulawesi Tengah punya ini ebony, langka. Istimewanya banyak, sama dengan barang antik. Karena sentuhan akhir di finishing auranya muncul,” ujarnya.
Menurut Jafar, mengolah kayu ebony tidak mudah. Selain keras, kayu ini juga disebut “pedis”, atau sulit dibentuk.
Namun, justru di situlah letak keunikan sekaligus nilai mahalnya.
Kayu ebony juga memiliki daya tahan tinggi dan tidak mudah dimakan rayap.
Karena kualitasnya, hasil olahan kayu ini diminati hingga ke pasar luar negeri.
“Kalau pemasaran saya kan pengrajin, paling banyak ke toko. Toko itu pasarannya ada ke Cina, ke Jepang, ke India juga,” ungkapnya.
Dalam dunia perkayuan, kayu ebony dikenal sebagai salah satu jenis kayu terbaik di dunia, sejajar dengan jati dan ulin.
Bagi Jafar, ebony adalah warisan alam Sulawesi Tengah yang perlu terus dijaga kelestariannya.
“Kalau untuk saya sendiri, jelas nomor satu kayu ebony. Kedua ulin mungkin kalau Jawa. Tapi kalau untuk Sulawesi, ebony termasuk kelas dunia selain jati,” katanya.
Melalui tangan para pengrajin lokal seperti Jafar, kayu ebony tak hanya menjadi sumber ekonomi, tetapi juga simbol kearifan lokal dan kebanggaan Sulawesi Tengah. (Rul/Nl)



.jpg)
.jpg)


.jpg)


